13 Agustus 2008

Nonton Sulap

(Ini cerita hari keempat Mbak Ajeng sekolah; Sabtu 19 Juli 2008)

Ibu takut Mbak Ajeng trauma sekolah. Dibangunin memang nangis. Sampai setengah jam mbangunin baru berhasil. Mandi jam 07.00. Nggak mau sikatan, apalagi keramas. "Bubuk. Aku lho ngantuk," alasan Ajeng. Ibu ingetin, nanti kan di sekolah ada sulap. Ibu sebenarnya juga ngantuuuuk dan bayangin enaknya kalau mbangkong sampai jam 9-10 seperti biasa.

Ke sekolah bawa bekal sirup, nasi dan udang goreng tepung. Ibu lho yang bikin udangnya pagi-pagi tadi. Mau pakai celana panjang jeans yang Ajeng suka, tapi Mbak Ajeng sendiri yang nolak. Minta pakai celana pendek jeans. Yo wis. Atasannya kaos kerah kancing depan warna merah. Mbak Ajeng cantiiik pakai baju itu. Jaketnya yang jeans, topinya juga. Karena jaket merah kotor kena es krim tadi malam di Cito. Dan topi merah yang biasanya ibu males cariin, nggak tahu ditaroh mana sama Ayah tadi malam. Pakai kaos kaki ungu dan sepatu putih. Nggak kaos dalaman.

Di sekolah, banyak yang dianterin ibunya. Mungkin karena Sabtu, ya, ibunya pada libur. Mas Farrel juga dianter dan ditunggui ibunya. Ajeng nyampe sekolah pas lagi baris. Agak telat nih. Masuk, copot sepatu. Di ruang kelas PG, duduk di bawah semua. Ustadzah Ita dikasihin buku kecil sama Ustadzah Khusnul. Ternyata ustadzah mau cerita. Tentang Dinosaurus, seperti bukunya.

Mbak Ajeng antusias ikuti cerita. Antusias lihat gambarnya di buku, sampai berdiri dekat ustadzah dan agak jauh dari Ibu. Tapi ustadzah ndak mau cerita kalau muridnya pada berdiri semua, kasihan yang duduk di belakang jadi nggak kelihatan. Apalagi kalau yang berdiri Mas Farrel, badannya kan paling besar sendiri, hihihi. "Silakan duduk," kata Ustadzah Ita, trus semua langsung duduk. Ada dinosaurus yang larinya cepat, ada yang pelan. Ada yang besaaaaar sekali, ada yang warna hijau, macam-macam deh pokoknya. Ada gambar dinosaurus sama telurnya. Dikira teman-teman Ajeng itu batu. Tapi Ustadzah Ita jelasin itu bukan batu, walau ukurannya memang besaaaaar kayak batu di pinggir laut. Tapi telur dinoasurus. Habis itu anak-anak dibolehin pegang. "Mau pegang?" Mbak Ajeng mau, berani pegang gambar dinosaurusnya di buku ustadzah. "Ndak gigit," cerita Ajeng pas di rumah.

Biasanya kan makan jam 9. Tapi ini tahu-tahu kok dicepatin jam 08.00. Oh iya... kan mau ada tukang sulap! Aduh, tapi Mbak Ajeng nggak mau makan. Pertama bilang emoh udang. Tapi waktu lihat ibu ngeluarin kecap dari tasnya ibu, Ajeng langsung cekikikan trus mau makan. "Hihi.. ibu bawa kecap," kata Ajeng, kaget ibu kok bawa-bawa botol kecap plastik punya mbahti yang biasanya di dapur. Tapi makannya hanya dua suapan. Habis itu nggak mau. Mungkin kepagian makannya ya. Mbak Ajeng jarang sarapan, wong biasanya jam segini baru bangun. Ada temannya Mbak Ajeng perempuan kurus (aduh, ibu kok lupa namanya) yang kayaknya ngiler sama makannya Mbak Ajeng. Tanya itu (makanan) apa, trus tanya namanya Ajeng siapa.

Nonton sulap di ruangan TK A. Tapi semua meja-kursi diminggirin. Nontonnya lesehan. Ternyata yang nonton bukan cuma murid PG. Semua murid TK A dan TK B kumpul. siswa PG duduk di depan. Ajeng sebelah kanan paling depan, duduk di karpet hijau. Ibu duduk di lantai, depan Mbak Ajeng tapi nggak pas depannya langsung. Sebelah kanan ibunya Mbak Nia. Di samping kanan ibu juga ada ibunya Mas Ryan.

Waktu ada temannya datang mau duduk, Mbak Ajeng berdiri. Maksudnya kasih jalan temannya yang mau lewat. Tapi kok temannya malah langsung duduk persis di tempat Mbak Ajeng. Trus Mbak Ajeng ngalah duduk di lantai depan temannya itu. Habis itu agak mundur-mundur dikit sampai duduknya lesehan di karpet lagi, mepet sama temannya yang tadi.

Nama pesulapnya Kak Anto. Pakai topi. Ternyata nggak cuma sulapan, Kak Anto juga pinter cerita. Bawa balon yang dibentuk motor warna biru, bunga warna merah, pedang putih, jerapah orange, dll buat menghidupkan cerita. Mbak Ajeng antusias dengerin ceritanya. Sampai melongo, senyum, ketawa-ketawa. Tapi kalau ditanya "Siapa yang sudah mandi?" atau "Siapa yang sudah gosok gigi?" dsb, nggak ikut teriak menjawab sambil ngacungin tangan: "Sayaaa!"

Kak Anto cerita tentang Tony, siswa TK Alif yang pintar. Kalau dibangunin ibunya mandi mau sekolah, nggak marah-marah. Pakai baju sendiri, berangkat duduk belakang digonceng ibunya naik sepeda motor.

Waktu sulap, Kak Anto pakai tas hitam yang tadinya kosong dan tahu-tahu ada bunga plastik warna-warninya. Trus juga ngeluarin tiga lembar sapu tangan. Yang pertama warna hitam. Nantinya dari selembar sapu tangan itu keluar bunga plastik warnanya. Buat meyakinkan kalau kainnya benar-benar tidak ada bunganya sebelum di-"simsalabim", Kak Anto minta beberapa murid niupin sapu tangannya. Pas ke arah kanan, yang disuruh tiap Mbak Ajeng. Komentar Kak Anto begini pas lihat Ajeng, "Aduh, cantiknya..."

Di tengah pertunjukan sulap, ibu kebelet pipis. Pamit sama Mbak Ajeng mau ke kamar mandi. Eh, Mbak Ajeng-nya ikut. Masuk juga malah, nungguin ibu pipis. Ampun.

Selesai sulap, siswa PG kumpul di ruangan PG. Mainan dulu. Mbak Ajeng mau ambil buku dinosaurus yang dibaca Ustadzah Ita tadi. Tapi keduluan temannya laki-laki. Persiapan pulang pakai kaos kaki. Mas Farrel nangiiiis dari tadi sejak Kak Anto selesai cerita. Mungkin manja karena ada ibunya. Nangis sambil tiduran. Ibunya kayak nyerah mau nenangin, karena diem aja nggak berusaha bujuk biar diem. Sudah sih tadi, tapi Mas Farrel tetap nangis. Malah tadinya nggak mau ke ruangan kelas PG. Tapi tetap diajak sama ibunya. Ustadzah tanya kenapa nangis. Ibunya jawab minta (balon) motor kayak yang dibawa Kak Anto tadi. Ustadzah Ita bilang, iya lagi dibikinin di ruang kantor. Memang bener lagi dibikinin supaya Mas Farrel diem. Oalah, ternyata minta balon bentuk motor. Lha nangisnya kayak ngomong : "Pipiiiss... pipiiisss.." Ibu kira minta pipis. Ajeng ternyata dengarnya juga begitu. Di rumah kalau ibu suruh cerita tentang Mas Farrel nangis, Mbak Ajeng mesti bilangnya "Mas Farrel nangis minta pipis."

Cari-cari sepatu Ajeng kok nggak ada ya di rak sepatu yang dipindahin ke dalam? Oh, ternyata karena Ajeng salah narok sepatu di rak sepatu siswa TK. Jadi sepatunya masih di luar. Mbak Ajeng ambil sepatunya sendiri. Dipakaikan ibu. Trus dikasih jilbab Mbak Ajeng 2, yang sejak Rabu lalu ibu liat sudah ditarok dalam kresek di loker Mbak Ajeng.

Pulang, Ibu udah bilang mampir ke penjahit ambil seragam Ajeng yang dikecilin minggu lalu. Pas di motor, Ibu bilang, "Ayo pulang..." Mbak Ajeng nyela, "Ndak pulang! Ke penjahit.." Oalah, iya. Kan maksud ibu pulangnya setelah mampir dari penjahit *ngeyel.com. Dan ternyata seragamnya belum diapa-apain. Didedelduel aja belum. Dijanjiin sore habis Maghrib. Penjahitnya sekalian ngukur badan Mbak Ajeng, karena yang kemarin hanya kira-kira. Malamnya selesai ngambil jahitan, Ayah SMS ibu ngasih tahu biaya jahit ngecilin itu muahal banget. Dua pasang seragam Rp 75 ribu! Huah.

Nyampe rumah, sepi. Ayah kan kerja. Mbahti-Mbahkung masih di Kertosono. Sambil buka kaos kaki, Mbak Ajeng duduk di lantai ruang tamu trus panggil, "Mbah Kuuung..." Biasanya memang pulang sekolah, ada Mbahkung nanyain tadi gimana di sekolah. Trus ibu yang jawab, "He, Mbahkung kan masih di Kertosono." Ajeng menjawab juga, "Aku pura-pura thok kok..."

Tidak ada komentar: