13 Agustus 2008

Ibu Teja Sole

Dulu Ajeng gampang ditinggal kerja. Nggak pakai nangis atau merajuk. Kalau dipamiti, langsung salim ibu trus bilang "Ibu teja (kerja), anak tecil (kecil) ndak itut (ikut), nanti mala (marah) bosnya ibu." Sekarang? Huah susahnya. Harus kucing-kucingan dulu. Ini gara-gara November lalu ibu bawa Ajeng ke kantor, karena pulangnya mau ke rumah Adek Diaz yang lokasinya dekat kantor. Jadi pulangnya dijemput ayah dan langsung ke sana.

Setelah itu Ajeng kayaknya tahu, alasan "Anak kecil tidak boleh ikut kerja" pasti bukan "Nanti bosnya ibu marah." Karena toh selama di kantor, dia justru disambut hangat oleh bos-bos itu. Hiks. Ibu salah kasih alasan berarti.

Ibu sebenarnya sama sekali nggak niat bohong sama Ajeng. Bohong malah hal yang paling ibu haramin. Mungkin alasannya itu yang kurang jelas untuk Ajeng. Maksud ibu, kalau Ajeng ikut kan ibu jadi nggak bisa fokus kerja, trus nanti kalau editan ada yang salah, bisa kena marah bos.

Waktu merencanakan Ajeng akan ikut ke kantor pertama kali itu, malamnya ibu ngelembur bikin boks dan berita-berita ringan sebagai cicilan kerjaan besok. Biar kalau ada Ajeng, hanya perlu garap HL dan 2 berita lain.

Sejak itu Ajeng selalu nangis kalau ibu berangkat kerja. Kalau lihat ibu ganti baju, langsung bilang, "Ibu ndak teja. Ibu teja sole (sore)." Padahal itu memang sudah sore.

*Ini cerita waktu Mbak Ajeng masih umur dua tahunan. Belum selesai sebenarnya. Tapi tulisannya putus sampai di situ waktu itu. Ibu lupa kapan tepatnya nulis ini.

Tidak ada komentar: